Kamis, 31 Maret 2011

MANUSIA DAN KEADILAN

     Pada dasarnya dalam setiap kehidupan manusia terdapat rasa keadilan dan ketidakadilan sehingga dapat menimbulkan daya kreativitas manusia. Pengertian keadilan sendiri pada umumnya adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antar hak dan kewajiban. Dimana keadilan tersebut terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Dimana hak yang dituntut haruslah seimbang dengan kewajiban yang telah dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu sendiri. Intinya adalah keadaan apabila setiap orang mendapatkan apa yang telah menjadi haknya dan setiap orang yang telah memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
     Menurut Aristoteles, keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Menurut Plato, keadilan diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain lagi pendapat menurut Socrates bahwa keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan menurut Kong Hu Cu, keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya.
     Negara Indonesia memiliki dasar negara yang tak lain adalah Pancasila. Salah satu bunyi Pancasila, tepatnya sila kelima berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".  Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila ini menulis sebagai berikut "keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki rasa keadilan untuk seluruh warganya. Sayangnya, hingga saat ini, hukum dan proses hukum yang berkembang di Indonesia belum menyentuh rasa keadilan yang sebenarnya. Keadilan masih jauh dari jangkauan masyarakat umum. Sebagai contoh adalah kasus dari Gayus Tambunan yang membuat masyarakat sampai "menggelengkan kepala". Bagaimana tidak, seorang mafia pajak bisa kemana saja yang dia inginkan dengan menggunakan uangnya. Bahkan penindak keadilan pun ikut dalam penyogokan atas kasus Gayus Tambunan yang bebas keluar masuk penjara.. ckckckck =="... Contoh lainnya adalah pemutarbalikan fakta pada kasus Prita yang dianggap memfitnah Rumah Sakit Omni International. Keadilan di Indonesia pun sekan hanya tunduk pada orang-orang 'bawah' alias tidak mampu. Sebaliknya keadilan negara ini pun tidak akan tunduk pada orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi.  

     Gagasan  Islam  tentang  keadilan dimulai  dari  diskursus  tentang keadilan ilahiyah, apakah rasio manusia dapat mengetahui baik dan buruk untuk menegakkan keadilan dimuka bumi tanpa bergantung pada wahyu atau sebaliknya manusia itu hanya dapat mengetahui baik dan buruk melalui wahyu (Allah swt). 
    Untuk mewujudkan keadilan sosial tersebut, ada beberapa sikap atau perbuatan yang harus dibenahi, yaitu :
  1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak  orang lain. 
  3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
  4. Sikap suka bekerja keras.
  5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
      
     Macam-macam keadilan adalah sebagai berikut :
  • Keadilan Legal atau Keadilan Moral
          Keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Pendapat ini adalah pendapat menurut Plato yang disebut Keadilan Moral. Sedangkan Keadilan Legal menurut Sunoto adalah dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang enurut sifat dasarnya paling cocok baginya (The Man Behind The Gun).
  • Keadilan Distributif
          Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (Justice is Done When Equals are Treated Equally). Misal : Seorang pekerja yang mengambil part time dengan kerja yang full day akan berbeda gajinya. Apabila saat pemberian gaji pekerja part time dengan pekerja full day mendapat gaji yang sama, maka akan terjadi ketidakadilan.
  • Keadilan Komutatif
          Menurut Aristoteles, keadilan komutatif adalah asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Apabila terdapat rasa ketidakadilan pada keadilan komutatif ini maka akan merusak atau menghancurkan pertalian dalam masyarakat. Misal : Koko adalah seorang dosen dan Keke adalah seorang mahasiswi. Sebagai dosen, Koko telah menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, Keke menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya hubungan Koko dan Keke ini berubah dari dosen dan mahasiswi menjadi dua insan yang saling mencintai. Apabila Koko belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada Keadilan Komutatif. Tetapi apabila Koko ternyata telah berkeluarga maka akan terjadi perpecahan dari rumah tangga Koko yang bisa saja rusak sehingga bercerai. Disini Koko akan melalaikan tugasnya sebagai dosen, dan Keke sebagai mahasiswi yang merusak rumah tangga seseorang.

     Sama seperti keadilan, kejujuran dalam kehidupan sehari-sehari pun tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ada kejujuran maka akan ada ketidakjujuran.  Ketidakjujuran sangat luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan hidup manusia. Kejujuran atau jujur adalah sesuatu yang dikatakan dari seseorang sesuai dengan hati nuraninya berdasarkan kenyataan apa adanya. Kejujuran sangat erat bersangkutan dengan hati nurani dimana berkaitan erat  pula dalam hubungan manusia dengan Tuhannya. Dalam agama Islam pun, jujur adalah perbuatan mulia yang menjadi gelar Rasulullah yaitu "Ash-Shiddiq". Ciri munafik dalam Islam, salah satunya adalah jika ia berjanji maka ia akan dusta. Jadi, kejujuran dapat diartikan juga sebagai penempatan janji seseorang terhadap seseorang yang telah dijanjikannya. Penyebab seseorang tidak berbuat jujur karena tidak rela atau tidak ikhlas, pengaruh lingkungan , sosial ekonomi, ingin populer, atau bahkan untuk sopan santun dan mendidik. Sebagai contohnya adalah si A ingin meminjam uang sebesar Rp 500.000 kepada si B yang kaya. Tapi si B berbohong dengan alasan tidak sedang punya uang sebesar itu, padahal kenyataannya, si B sangat mudah memiliki uang sebanyak itu. Hal ini tanda dari ketidakjujuran yang tidak rela atau tidak ikhlas.

     Kecurangan pada dasarnya merupakan penyakit hati yang dapat menjadikan orang tersebut menjadi serakah, tamak, rakus, iri hati, matrealistis serta sulit untuk membedakan antara hitam dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan sisi moralitas. Kecurangan sama seperti ketidakjujuran atau tidak adil. Orang yang seperti itu biasanya tidak akan senang akan kelebihan orang lain. Pada setiap agama pun termasuk Islam, curang sangat tidak dibenarkan karena akan merugikan orang lain bahkan dapat mendzolimi saudara sesamanya sendiri. Apalagi jika seseorang meraih keuntungan besar dari tindak kecurangan ini, Tuhan tidak akan pernah meridhoinya. Misal : seorang pedagang yang menambahkan beban pada timbangannya untuk meraih keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan timbangan yang normal.

     Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban, dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum.

    Untuk mendapatkan keadilan dan kejujuran tidaklah semudah mendapatkan ketidakadilan, ketidakjujuran, bahkan kecurangan. Kejujuran yang telah dibangun dengan susahnya bisa runtuh sekejap hanya dengan satu kebohongan yang diperbuat. Hal seperti ini sama seperti pada pemulihan nama baik. Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Tidak ada manusia yang tidak ingin namanya buruk, semuanya ingin namanya selalu baik bahkan hingga manusia tersebut meninggal. Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak. Penjagaan nama baik berhubungan erat dengan tingkah laku atau perbuatan. Nama baik bisa dikatakan sebagai tingkah laku dari seseorang tersebut, apakah baik atau buruk. Maksud dari tingkah laku atau perbuatan manusia tersebut antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi seseorang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan dalam agama, dan lain sebagainya.

     Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
  • Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral.
  • Terdapat aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.

     Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, rama, berbuat budi pekerti, bersungguh-sunguh untuk takwa kepada Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil, dan budi luhur (tobat nasuha).

     Rasa keadilan memiliki timbal balik dengan pembalasan. Apabila seseorang merasa adil terhadapnya, maka orang tersebut akan adil pula. Pembalasan adalah reaksi dari perbuatan orang lain kepadanya. Reaksi itu dapat berupa perbuatan dan tingkah laku yang serupa serta seimbang baik secara positif ataupun negatif. Sebagai contoh ialah apabila si A mengajarkan suatu pelajaran kepada B yang tidak dimengertinya maka di lain kesempatan si B akan mengajarkan apa yang tidak dimengerti oleh si A. Contoh ini adalah perbuatan atau tingkah laku secara positif. Sedangkan secara negatifnya apabila si A bertengkar dengan si B hingga pukul-memukul, maka si B pun akan membalasnya pula dengan pukul-memukul. Contoh-contoh inilah yang disebut pembalasan.

     Di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah swt akan mengadakan hari pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada-Nya akan mendapat pembalasan yaitu surga, sedangkan bagi yang ingkar kepada-Nya akan mendapat pembalasan yaitu siksaan neraka. Oleh karena itu, pembalasan itu tergantung dari setiap diri manusia itu sendiri. "Setiap perbuatan akan ada pembalasannya".


     
     

0 komentar:

Posting Komentar