Jumat, 07 Januari 2011

ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN

ILMU PENGETAHUAN
PENGERTIAN
Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah
sederhana karena bermacam-macam pandangan teori (epistemologi), di
antaranya pandangar.
Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat
diinderai dan dapat merangsang budi.
Menurut Decartes, ilmu pengetahuan merupakan serba budi.
Menurut Bacon dan David Home, ilmu pengetahuan diartikan
sebagai pengalaman indera dan batin.
Menurut Immanuel Kant, pengetahuan merupakan persatuan antara budi
dan pengalaman
Teori Phyroo mengatakan bahwa tidak ada kepastian dalam
pengetahuan.
Dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan diperoleh
sumber - sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan akan-budi,
pengalaman, sintesis budi, atau meragukan karena tak adanya sarana untuk
mencapai pengetahuan yang pasti.

4 HAL SIKAP YANG ILMIAH
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif
diperlukan sikap yang bersifat ilmiah. Bukan membahas tujuan ilmu,
melainkan mendukung dalam mencapai tujuan ilmu itu sendiri, sehingga
benar-benar objektif, terlepas dari prasangka pribadi yang bersifat
subjektif. Sikap yang bersifat ilmiah itu meliputi empat hal :
a. Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai
pengetahuan ilmiah yang objektif.
b. Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang
dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan
pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
c. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah
maupun terhadap alat indera dan budi yang digunakan untuk mencapai
ilmu.
d. Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori, maupun aksioma terdahulu
telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan
kembali.


TEKNOLOGI
PENGERTIAN
Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan bahwa ilmu pengetahuan (body of knowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state of art) yang mengandung pengertian berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja, dan keterampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi. “Secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknologi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah metode sistematis untuk mencapai setiap tujuan insani.” (Eugene Staley, 1970).
Dari batasan di atas jelas, bahwa teknologi social pembangunan memerlukan semua science dan teknologi untuk dipertemukan dalam menunjang tujuan-tujuan pembangunan, misalnya perencanaan dan programing pembangunan, organisasi pemerintah dan administrasi negara untuk pembangunan sumber-sumber insani (tenaga kerja, pendidikan, dan latihan), dan teknik pembangunan khusus dalam sektor-sektor seperti pertanian, industri, dan kesehatan.
Teknologi memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “The Technological Society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun arti atau maksudnya sama. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap bidang aktivitas manusia. Batasan ini bukan bentuk teoritis, melaikan perolehan dari aktivitas masing-masing dan observasi fakta dari apa yang disebut manusia modern dengan perlengkapan tekniknya. Jadi teknik menurut Ellul adalah berbagai usaha, metode, dan cara untuk memperoleh hasil yang sudah distandardisasi dan diperhitungkan sebelumnya.
Adapun Alvion Toffler (1970) mengumpamakan “teknologi”

CIRI-CIRI FENOMENA TEKNIK PADA MASYARAKAT
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
b. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
c. Otomatsme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serba otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengelimkinasikan kegiatan non-teknis menjadi kegiatan teknis.
d. Teknis berkembang pada suatu kebudayaan.
e. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung.
f. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan.
g. Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.

CIRI-CIRI TEKNOLOGI BARAT
Teknologi tepat guna sering tak berdaya menghadapi teknologi Barat, yang sering masuk dengan ditunggangi oleh segelintir orang atau kelompok yang bermodal besar. Ciri-ciri teknologi Barat tersebut adalah :
1. Serba intensif dalam segala hal, seperti modal, organisasi, tenaga kerja, dan lain-lain, sehingga lebih akrab dengan kaum elit daripada dengan buruh itu sendiri.
2. Dalam struktur sosial, teknologi Barat bersifat melestarikan sifat keterbegantungan.
3. Kosmologi atau pandangan teknologi Barat adalah : menganggap dirinya sebagai pusat yang lain feriferi, waktu berkaitan dengan kemajuan secara linier, memahami realitas secara terpisah dan berpandangan manusia sebagai tuan atau mengambil jarak dengan alam.


ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN NILAI

Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral, atau segi-segi manusiawinya. Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Masalah nilai kaitannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menyangkut perdebatan sengit dalam menduduk perkarakan nilai dalam kaitannya dengan ilmu dan teknologi. Sehingga kecenderungan sekarang ada dua pemikiran yaitu : yang menyatakan ilmu bebas nilai dan yang menyatakan ilmu tidak bebas nilai. Sebenarnya yang penting dalam permasalahan ini ada yang menyatakan kita tidak perlu mengaitkan antara ilmu dan nilai. Pendapat yang terakhir ini, kurang dapat dipertanggungjawabkan, mengingat nilai atau moral merupakan hal yang mendasar dalam kehidupan manusia, dan kita sudah merasakan dan melihat akibat tidak terkaitnya nilai atau moral dengan ilmu pengetahuan atau teknologi.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia, dan perilakunya baik secara individu atau kelompok.
Apa yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu di atas, berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah atau epistemologi . Jadi, epistemologi merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu terjamin dalam kegiatan metode ilmiah. Metode ilmiah adalah kegiatan menyusun tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan deduksi dn verifikasi atau menguji kebenarannya secara faktual, sehingga kegiatannya disingkat menjadi logis-hipotesis- verifikasi atau deduksi-hipotesis-verifikasi. Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman di luar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertai mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa penalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para nabi atau utusannya).
Imu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu : ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Epistemologis seperti diuraikan di muka, hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan. Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya. Atau denga kata lain ontologis merupakan objek formal dari suatu pengetahuan. Komponen aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan. Ketiga komponen ontologis, epistemologis, dan aksiologis tersebut erat kaitannya dengan nilai atau nilai moral.

Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai atau moral, berasal dari ekses penerapan ilmu dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan :
1. Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun secara aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau tujuan buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2. Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asas moral atau nilai-nilai. Golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Nampaknya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan “pelacuran” di bidang ilmu dan teknologi, dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.

Rangkaian pengembangan ilmu dan teknologi yang dimulai dengan penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi, dan penerapan teknologi, mau tidak mau harus dilanjutkan dengan evaluasi ethis-politis-religius. Alvin Toffler (1970), mengatakan jangan menyepelekan anjuran pengendalian teknologi melalui filter kelembagaan masyarakat seperti nilai atau moral, sebab kurangnya kendala demikian konsekuensinya jauh lebih buruk. Upaya untuk menjinakkan teknologi diantaranya :
1. Mempertimbangkan atau kalau perlu mengganti kriteria utama dalam menolak atau menerapkan suatu inovasi teknologi yang didasarkan pada keuntungan ekonomis atau sumbangannya kepada pertumbuhan ekonomi.
2. Pada tingkat konsekuensi sosial, penerapan teknologi harus merupakan hasil kesepakan ilmuan sosial dari berbagai disiplin ilmu.


KEMISKINAN
PENGERTIAN
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. (Emil Salim, 1982).
Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fundamental dari cita- cita menciptakan masyarakat adil dan makmur.

CIRI-CIRI MANUSIA YANG HIDUP DI BAWAH GARIS KEMISKINAN
Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, dan keterampilan.
b. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
c. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan.
d. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self employed), berusaha apa saja.
e. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.

FUNGSI KEMISKINAN
Jika menganut teori fungsionalis dari statifikasi (tokohnya Davis), maka kemiskinan pun memiliki sejumlah fungsi yaitu :
1. Fungsi Ekonomi : penyediaan tenaga untuk pekerjaan tertentu, menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru, dan memanfaatkan barang bekas (masyarakat pemulung).
2. Fungsi Sosial : menimbulkan altruisme (kebaikan spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan hidup bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain, dan merangsang munculnya badan amal.
3. Fungsi Kultural : sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antar sesama manusia.
4. Fungsi Politik : berfungsi sebagai kelompok gelisah atau masyarakat marginal untuk musuh bersaing bagi kelompok lain.
Walaupun kemiskinan mempunyai fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga tersebut. Tetapi, karena kemiskinan berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai pengganti.

0 komentar:

Posting Komentar