Kamis, 31 Maret 2011

MANUSIA DAN HARAPAN

     Kehidupan yang sempurna merupakan impian dan harapan seluruh orang. Setiap orang pasti memiliki harapan. Harapan untuk menjadi orang yang sukses dan berhasil, harapan untuk mebahagiakan orang tua, harapan memiliki anak yang shaleh/shaleha yang berbakti kepada orang tua dan lain-lain. Harapan itu lah yang diinginkan oleh seluruh orang. Tanpa adanya harapan, manusia itu mati dalam hidup karena ia tidak memiliki arah atau tujuan untuk hidupnya. Orang yang meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan masing-masing. Misalnya, Sasa hanya mampu mengontrak rumah, biasanya tidak mempunyai harapan untuk membeli rumah.

      Harapan berasal dari kata 'harap' yang berarti keinginan supaya sesuatu terjadi, sehingga harapan dapat pula berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian, harapan menyangkut masa depan dimana berhasil atau tidaknya suatu harapan tersebut tergantung pada usaha yang mempunyai harapan. Dalam Al-Qur'an, QS 13:11 tertulis bahwa “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ”.  Misalnya: si A ingin mendapatkan nilai 100 pada quiz Matematika, tetapi si A tidak pernah mencatat, masuk saja hanya 2x masuk dari 5x pertemuan. Bagaimana si A dapat mengerjakan soal quiz Matematika ? Jangankan dapat 100, dapat 60 saja belum tentu bisa si A mendapatkannya.

DORONGAN KODRAT dan KEBUTUHAN HIDUP
       Kodrat ialah sifat, keadaan, atau pembawaan sejak makhluk hidup lahir. Jadi tidak hanya manusia yang memiliki kodrat, binatang dan tumbuh-tumbuhan pun juga memilikinya. Misalnya menangis, bergembira, berjalan, berkata, mempunyai keturunan, berkembang biak dan mati.  Dorongan kodrat menyebabkan manusia mempunyai keinginan atau harapan. Seperti manusia yang ingin memiliki keturunan, maka ia juga ingin menikah dengan lawan jenisnya. Jadi dengan kodrat inilah seorang manusia memiliki sebuah harapan.

       Sudah menjadi kodrat dari manusia untuk memiliki bermacam-macam kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup itu pada garis besarnya dapat dibedakan atas Kebutuhan Jasmani dan Kebutuhan Rohani. Kebutuhan jasmani misalnya makan, minum, pakaian, rumah (sandang, pangan, dan papan), ketenangan, hiburan, dan keberhasilan atau kesuksesan. Dengan adanya dorongan kodrat dan kebutuhan hidup, manusia memiliki harapan yang pada hakekatnya ialah keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
  
       Menurut Abraham Maslow, kodratnya harapan dan kebutuhan manusia ialah sebagai berikut :
  • Kelangsungan Hidup (Survival)
  • Keamanan (Safety)
  • Hak dan Kewajiban Mencintai dan Dicintai (Be Loving and Love)
  • Diakui Lingkungan (Status)
  • Perwujudan Cita-Cita (Self Actualization)

      Setiap ada harapan, maka didalamnya terdapat rasa kepercayaan. Kepercayaan berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau meyakini akan kebenaran. Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan akan kebenaran. Dasar kepercayaan adalah kebenaran. Sumber kebenaran adalah manusia. Kepercayaan dapat dibedakan atas :
  1. Kepercayaan pada Diri Sendiri : kepercayaan yang harus ditanamkan pada setiap pribadi manusia. Hakikatnya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Kepercayaan pada Orang Lain :  percaya pada kata hatinya yang berbentuk pada perbuatan kebenaran kepada orang lain. Misalnya pada saudara, teman, orang tua atau siapa saja.
  3. Kepercayaan pada Pemerintah : percaya bahwa negara akan melaksanan tugas sesuai fungsi kedaulatan dimana kedaulatan adalah dari rakyat; untuk rakyat.
  4. Kepercayaan pada Tuhan : meyakini bahwa manusia diciptakan oleh tuhan dan manusia harus bertakwa pada tuhannya. Salah satu cara bertakwa adalah mengukuhkan imannya bahwa tuhan merupakan zat yang merupakan kebenaran mutlak.

      Harapan itu bersifat manusiawi dan dimiliki semua orang. Dalam hubungannya dengan pendidikan moral, untuk mewujudkan harapan perlu di wujudkan hal – hal sebagai berikut:
a. Harapan apa yang baik
b. Bagaimana mencapai harapan itu
c. Bagaimana bila harapan itu tidak tercapai.

      Jika manusia mengingat bahwa kehidupan tidak hanya di dunia saja namun di akhirat juga, maka sudah selayaknya “harapan” manusia untuk hidup di kedua tempat tersebut bahagia. Dengan begitu manusia dapat menyelaraskan kehidupan antara dunia dan akhirat dan selalu berharap bahwa hari esok lebih baik dari pada hari ini, namun kita harus sadar bahwa harapan tidak selamanya menjadi kenyataan.


MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

     Tanggung jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri manusia. Selaras dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal. Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik bila kepribadian orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah yang menyebabkan frekuensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda. 

     Setiap manusia pasti memiliki rasa bertanggungjawab. Tetapi sebagian manusia tersebut juga memiliki rasa tidak bertanggung jawab disebabkan atas dasar rasa malas terhadap diri mereka masing-masing.Contohnya adalah seorang mahasiswa yang besok akan menghadapi ujian tetapi tidak belajar sama sekali, padahal ia tahu bahwa untuk dapat mengerjakan ujian harus belajar. Walau ia tahu, tapi tetap ia beralasan tidak belajar karena malas, tidak mengerti, atau capek. Hal ini berarti mahasiswa tersebut tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang pelajar. Itu artinya ia juga tidak memiliki rasa tanggung jawab kepada dirinya sebagai pelajar.

   Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab adalah kesadaran seorang manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang sengaja maupun yang tidak sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat atas kewajibannya. Seperti contoh di atas bahwa kewajiban seorang mahasiswa adalah belajar.

    Tanggung jawab itu bersifat kodrati artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau untuk bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain. Dari sisi si pembuat, ia harus menyadari akibat perbuatannya itu, dengan demikian ia sendiri pula yang harus memulihkan ke dalam keadaan baik. Dari sisi pihak lain, apabila si pembuat tidak mau bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik dengan cara individual maupun dengan cara kemasyarakatan.

      Dalam Islam, tanggung jawab adalah tanggung jawab personal. Seorang muslim tidak akan dibebani tanggung jawab orang lain. Allah berfirman: "Setiap jiwa adalah barang gadai bagi apa yang ia kerjakan." Dan setiap pojok dari ruang kehidupan tidak akan lepas dari tanggung jawab. Setiap manusia merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri. Dimana ia harus bertanggung jawab atas dirinya sendiri atas segala tidakan yang dilakukan semasa hidupnya. Dan ketika pada hari kiamat nanti, semua yang telah dilakukan, baik perbuatan baik atau buruk akan dipertanggungjawabkan.

     Seseorang mau bertanggung jawab disebabkan adanya kesadaran atau keinsafan atau pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya dan atas kepentingan pihak lain. Timbulnya tanggung jawab itu karena manusia itu hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam. Manusia tidak boleh berbuat semaunya terhadap manusia lain beserta lingkungannya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai manusia memang mempunyai dan harus menjalankan tanggung jawab kita. Dengan kita bertanggung jawab,kita akan dipercaya orang lain,selalu tepat melaksanakan sesuatu,mendapatkan hak dengan wajarnya. Selain itu, tanggung jawab juga menyangkut orang lain. Contoh sederhananya adalah seorang ayah yang bertanggung jawab mencari nafkah bagi keluarganya, agar kehidupan keluarganya tidak sengsara.

     Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan. Apabila seorang pemimpin tidak memiliki rasa tanggung jawab maka orang-orang yang dipimpinnya itu pun akan suram. Untuk memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

     Tanggung jawab dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya. Atas dasar ini, dikenal beberapa jenis dari tanggung jawab, yaitu :
  1. Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri : menuntut kesadaran seseorang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Yang dapat kita artikan sebagai jati diri kita yang sesungguhnya. Menemukan arti hidup yang sebenarnya.
  2. Tanggung Jawab Terhadap Keluarga :  tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab terhadap keluarganya yang menyangkut nama baik dan lainnya.
  3. Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat : setiap masyarakat bertanggung jawab atas kelangsungan hubungan antar individu agar terjalin dengan baik.
  4. Tanggung Jawab Terhadap Bangsa/Negara : dalam bertindak di manapun tempatnya kita semua sebagai manusia terikat oleh norma-norma dan aturan yang berlaku di daerah yang sekarang kita diami. Bila kita melakukan suatu kesalahan, kita harus mempertanggungjawabkannya kepada negara yang kita singgahi.
  5. Tanggung Jawab Terhadap Tuhan : tanggung Jawab yang ini sangat utama sekali karena pada Tuhan lah seharusnya kita menyembah dan memohon ampunan-Nya. Manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak oleh Tuhan akan perbuatannya selama di dunia. Tuhan telah menjelaskan semuanya tentang norma dan aturan di dunia yang ditulis di dalam kitab suci masing-masing kepercayaan.
          Berdasarkan jenis-jenis dari tanggung jawab di atas, sebuah tanggung jawab dapat diartikan sebagai sebuah pengabdian seseorang karena pada hakekatnya pengabdian adalah rasa tanggung jawab. Sedangkan akibat dari pengabdian itu sendiri adalah pengorbanan. Pengabdian dan pengorbanan adalah perbuatan baik untuk kepentingan manusia itu sendiri. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau satu ikatan dan semua itu dilakukan  dengan ikhlas. Misalnya seorang tentara yang mengabdi pada negara merelakan dirinya untuk berjuang membela negara walau nyawa menjadi taruhan. Sedangkan, pengorbanan berasal dari kata 'Korban' atau 'Kurban' yang berarti persembahan, sehingga Pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian, pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih. Misalnya adalah saat membaca atau mendengar khotbah. 
   
        Perbedaan antara pengertian pengabdian dengan pengorbanan tidak begitu jelas karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Pengorbanan dapat berupa harta benda, pikiran, perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas, tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja diperlukan akan suka rela untuk melaksankan tugas yang diberikan. Pengabdian lebih banyak menunjuk kepada perbuatan sedangakan pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya, serta waktu. Dalam pengabdian selalu dituntu pengorbanan, tetapi pengorbanan belum tentu menuntut pengabdian.
         
         

MANUSIA DAN KEADILAN

     Pada dasarnya dalam setiap kehidupan manusia terdapat rasa keadilan dan ketidakadilan sehingga dapat menimbulkan daya kreativitas manusia. Pengertian keadilan sendiri pada umumnya adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antar hak dan kewajiban. Dimana keadilan tersebut terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Dimana hak yang dituntut haruslah seimbang dengan kewajiban yang telah dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu sendiri. Intinya adalah keadaan apabila setiap orang mendapatkan apa yang telah menjadi haknya dan setiap orang yang telah memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
     Menurut Aristoteles, keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Menurut Plato, keadilan diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Lain lagi pendapat menurut Socrates bahwa keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan menurut Kong Hu Cu, keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya.
     Negara Indonesia memiliki dasar negara yang tak lain adalah Pancasila. Salah satu bunyi Pancasila, tepatnya sila kelima berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".  Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila ini menulis sebagai berikut "keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur. Ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki rasa keadilan untuk seluruh warganya. Sayangnya, hingga saat ini, hukum dan proses hukum yang berkembang di Indonesia belum menyentuh rasa keadilan yang sebenarnya. Keadilan masih jauh dari jangkauan masyarakat umum. Sebagai contoh adalah kasus dari Gayus Tambunan yang membuat masyarakat sampai "menggelengkan kepala". Bagaimana tidak, seorang mafia pajak bisa kemana saja yang dia inginkan dengan menggunakan uangnya. Bahkan penindak keadilan pun ikut dalam penyogokan atas kasus Gayus Tambunan yang bebas keluar masuk penjara.. ckckckck =="... Contoh lainnya adalah pemutarbalikan fakta pada kasus Prita yang dianggap memfitnah Rumah Sakit Omni International. Keadilan di Indonesia pun sekan hanya tunduk pada orang-orang 'bawah' alias tidak mampu. Sebaliknya keadilan negara ini pun tidak akan tunduk pada orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi.  

     Gagasan  Islam  tentang  keadilan dimulai  dari  diskursus  tentang keadilan ilahiyah, apakah rasio manusia dapat mengetahui baik dan buruk untuk menegakkan keadilan dimuka bumi tanpa bergantung pada wahyu atau sebaliknya manusia itu hanya dapat mengetahui baik dan buruk melalui wahyu (Allah swt). 
    Untuk mewujudkan keadilan sosial tersebut, ada beberapa sikap atau perbuatan yang harus dibenahi, yaitu :
  1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak  orang lain. 
  3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
  4. Sikap suka bekerja keras.
  5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
      
     Macam-macam keadilan adalah sebagai berikut :
  • Keadilan Legal atau Keadilan Moral
          Keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Pendapat ini adalah pendapat menurut Plato yang disebut Keadilan Moral. Sedangkan Keadilan Legal menurut Sunoto adalah dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang enurut sifat dasarnya paling cocok baginya (The Man Behind The Gun).
  • Keadilan Distributif
          Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (Justice is Done When Equals are Treated Equally). Misal : Seorang pekerja yang mengambil part time dengan kerja yang full day akan berbeda gajinya. Apabila saat pemberian gaji pekerja part time dengan pekerja full day mendapat gaji yang sama, maka akan terjadi ketidakadilan.
  • Keadilan Komutatif
          Menurut Aristoteles, keadilan komutatif adalah asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Apabila terdapat rasa ketidakadilan pada keadilan komutatif ini maka akan merusak atau menghancurkan pertalian dalam masyarakat. Misal : Koko adalah seorang dosen dan Keke adalah seorang mahasiswi. Sebagai dosen, Koko telah menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, Keke menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya hubungan Koko dan Keke ini berubah dari dosen dan mahasiswi menjadi dua insan yang saling mencintai. Apabila Koko belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada Keadilan Komutatif. Tetapi apabila Koko ternyata telah berkeluarga maka akan terjadi perpecahan dari rumah tangga Koko yang bisa saja rusak sehingga bercerai. Disini Koko akan melalaikan tugasnya sebagai dosen, dan Keke sebagai mahasiswi yang merusak rumah tangga seseorang.

     Sama seperti keadilan, kejujuran dalam kehidupan sehari-sehari pun tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ada kejujuran maka akan ada ketidakjujuran.  Ketidakjujuran sangat luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan hidup manusia. Kejujuran atau jujur adalah sesuatu yang dikatakan dari seseorang sesuai dengan hati nuraninya berdasarkan kenyataan apa adanya. Kejujuran sangat erat bersangkutan dengan hati nurani dimana berkaitan erat  pula dalam hubungan manusia dengan Tuhannya. Dalam agama Islam pun, jujur adalah perbuatan mulia yang menjadi gelar Rasulullah yaitu "Ash-Shiddiq". Ciri munafik dalam Islam, salah satunya adalah jika ia berjanji maka ia akan dusta. Jadi, kejujuran dapat diartikan juga sebagai penempatan janji seseorang terhadap seseorang yang telah dijanjikannya. Penyebab seseorang tidak berbuat jujur karena tidak rela atau tidak ikhlas, pengaruh lingkungan , sosial ekonomi, ingin populer, atau bahkan untuk sopan santun dan mendidik. Sebagai contohnya adalah si A ingin meminjam uang sebesar Rp 500.000 kepada si B yang kaya. Tapi si B berbohong dengan alasan tidak sedang punya uang sebesar itu, padahal kenyataannya, si B sangat mudah memiliki uang sebanyak itu. Hal ini tanda dari ketidakjujuran yang tidak rela atau tidak ikhlas.

     Kecurangan pada dasarnya merupakan penyakit hati yang dapat menjadikan orang tersebut menjadi serakah, tamak, rakus, iri hati, matrealistis serta sulit untuk membedakan antara hitam dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan sisi moralitas. Kecurangan sama seperti ketidakjujuran atau tidak adil. Orang yang seperti itu biasanya tidak akan senang akan kelebihan orang lain. Pada setiap agama pun termasuk Islam, curang sangat tidak dibenarkan karena akan merugikan orang lain bahkan dapat mendzolimi saudara sesamanya sendiri. Apalagi jika seseorang meraih keuntungan besar dari tindak kecurangan ini, Tuhan tidak akan pernah meridhoinya. Misal : seorang pedagang yang menambahkan beban pada timbangannya untuk meraih keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan timbangan yang normal.

     Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban, dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum.

    Untuk mendapatkan keadilan dan kejujuran tidaklah semudah mendapatkan ketidakadilan, ketidakjujuran, bahkan kecurangan. Kejujuran yang telah dibangun dengan susahnya bisa runtuh sekejap hanya dengan satu kebohongan yang diperbuat. Hal seperti ini sama seperti pada pemulihan nama baik. Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Tidak ada manusia yang tidak ingin namanya buruk, semuanya ingin namanya selalu baik bahkan hingga manusia tersebut meninggal. Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak. Penjagaan nama baik berhubungan erat dengan tingkah laku atau perbuatan. Nama baik bisa dikatakan sebagai tingkah laku dari seseorang tersebut, apakah baik atau buruk. Maksud dari tingkah laku atau perbuatan manusia tersebut antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi seseorang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan dalam agama, dan lain sebagainya.

     Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
  • Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral.
  • Terdapat aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.

     Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, rama, berbuat budi pekerti, bersungguh-sunguh untuk takwa kepada Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil, dan budi luhur (tobat nasuha).

     Rasa keadilan memiliki timbal balik dengan pembalasan. Apabila seseorang merasa adil terhadapnya, maka orang tersebut akan adil pula. Pembalasan adalah reaksi dari perbuatan orang lain kepadanya. Reaksi itu dapat berupa perbuatan dan tingkah laku yang serupa serta seimbang baik secara positif ataupun negatif. Sebagai contoh ialah apabila si A mengajarkan suatu pelajaran kepada B yang tidak dimengertinya maka di lain kesempatan si B akan mengajarkan apa yang tidak dimengerti oleh si A. Contoh ini adalah perbuatan atau tingkah laku secara positif. Sedangkan secara negatifnya apabila si A bertengkar dengan si B hingga pukul-memukul, maka si B pun akan membalasnya pula dengan pukul-memukul. Contoh-contoh inilah yang disebut pembalasan.

     Di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah swt akan mengadakan hari pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada-Nya akan mendapat pembalasan yaitu surga, sedangkan bagi yang ingkar kepada-Nya akan mendapat pembalasan yaitu siksaan neraka. Oleh karena itu, pembalasan itu tergantung dari setiap diri manusia itu sendiri. "Setiap perbuatan akan ada pembalasannya".